0813 6441 1100 pp@pergabi.id

Oleh: Bela Raeska Widodo Bodhi Ratono, S.Pd.

Menjadi seorang guru adalah sebuah panggilan jiwa. Ia bukan sekadar profesi, melainkan bentuk pengabdian terhadap generasi bangsa. Di balik papan tulis, buku ajar, dan ruang kelas yang sederhana, tersimpan semangat besar untuk membentuk karakter, kecerdasan, dan masa depan anak didik. Dalam proses itulah saya menemukan makna menjadi guru yang sesungguhnya—dan dari sanalah perjalanan dalam mengikuti Lomba Guru Agama Buddha Berprestasi ini dimulai.

Saya, Bela Raeska Widodo Bodhi Ratono, S.Pd, adalah guru di SD Kuncup Melati Kota Semarang. Menjadi pendidik adalah pilihan hati, dan meraih penghargaan sebagai Juara Umum dalam Lomba Guru Agama Buddha Berprestasi merupakan salah satu momen yang sangat berkesan dalam perjalanan pengabdian saya di dunia pendidikan.

Langkah Awal: Dari Kelas ke Panggung Prestasi

Segala sesuatu dimulai dari langkah kecil. Ketika saya memutuskan untuk mengikuti Lomba Guru Agama Buddha Berprestasi tingkat Tahun 2024 yang diadakan Oleh PERGABI (Perkumpulan Guru Agama Buddha), saya tidak pernah membayangkan bahwa prosesnya akan begitu Panjang mendalam, menantang, sekaligus membentuk diri. Awalnya hanya ingin belajar dan menambah pengalaman, namun perjalanan ini justru menjadi momentum untuk merefleksikan kembali sejauh mana peran saya sebagai pendidik telah memberi manfaat nyata.

Proses lomba guru berprestasi dimulai dari pendaftaran dan mengisi form sesuai yang diinginkan. Lomba-lomba tersebut meliputi Lomba membuat Video Pembelajaran, Inovasi Pembelajaran, Vlog Buddhis, Cipta Tari Kreasi Buddhis, dan Cipta Lagu Buddhis, Saya menyiapkan berbagai berkas yang menjadi indikator dalam berbagai lomba.

Kekuatan Kolaborasi dan Dukungan yang Tulus

Tidak ada keberhasilan yang dicapai seorang diri. Selama proses lomba ini, saya menyadari betapa pentingnya lingkungan yang mendukung. Kepala sekolah saya memberikan kepercayaan dan ruang untuk berkembang, rekan-rekan guru menjadi sahabat diskusi yang membangun, sementara para siswa menjadi inspirasi harian yang memacu semangat saya untuk terus memberikan yang terbaik.

Dukungan dari keluarga juga tak ternilai harganya. Dalam masa-masa sibuk menyiapkan keperluan, mereka menjadi sumber kekuatan emosional dan spiritual. Ketika rasa lelah menghampiri, senyum dan doa mereka seolah menjadi energi baru yang mendorong saya untuk tidak menyerah.

Belajar, Berkembang, dan Terus Memberi

Kemenangan dalam lomba guru berprestasi bukanlah sebuah garis akhir, melainkan sebuah titik awal untuk perjalanan yang lebih luas. Gelar juara umum bukan semata-mata pencapaian pribadi, tetapi tanggung jawab moral untuk menjadi teladan dan agen perubahan di lingkungan pendidikan. Seorang guru agama Buddha berprestasi dituntut tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga mampu menularkan semangat belajar kepada orang lain.

Saya menyadari pentingnya pengembangan profesional berkelanjutan. Sebelum dan selama mengikuti lomba, saya aktif dalam berbagai pelatihan, webinar, komunitas guru, serta Program PPG Dalam Jabatan. Dari sanalah saya mendapatkan bekal pedagogik, filosofi pendidikan, hingga strategi inovatif untuk membangun pembelajaran yang humanis dan kontekstual.

Sebagai guru, saya percaya bahwa setiap siswa unik. Maka dari itu, pendekatan pembelajaran yang saya terapkan pun harus beragam, inklusif, dan berpihak pada kebutuhan belajar peserta didik. Inovasi bukanlah soal alat yang canggih, tetapi soal bagaimana membuat pembelajaran menjadi hidup dan relevan dengan dunia nyata mereka.

Makna Kemenangan dan Inspirasi bagi Sesama

Bagi saya, kemenangan ini bukan hanya tentang trofi atau piagam penghargaan, melainkan sebuah pesan kuat bahwa guru yang mau belajar, bekerja keras, dan terbuka pada perubahan, akan selalu punya ruang untuk maju. Harapan saya, kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi rekan-rekan guru lainnya untuk tidak takut mencoba, tidak ragu belajar, dan tidak pernah merasa cukup dengan pencapaian yang ada.

Seringkali kita merasa terbebani dengan administrasi, keterbatasan fasilitas, dan berbagai tantangan dalam sistem pendidikan. Namun justru dari keterbatasan itulah kreativitas lahir, dan dari tantangan itulah keberanian tumbuh. Yang terpenting adalah menjaga semangat untuk terus memberi, karena sesungguhnya mendidik adalah memberi cahaya, bahkan ketika kita sendiri sedang dalam gelap

Saya mengajak semua rekan pendidik untuk terus meningkatkan kompetensi, menjalin kolaborasi, serta berbagi praktik baik kepada sesama guru. Mari kita tumbuhkan budaya belajar sepanjang hayat, baik untuk diri sendiri maupun bagi peserta didik kita tercinta.

 Penutup: Sebuah Renungan dalam Dhamma

Dalam perjalanan ini, saya tidak hanya belajar tentang pendidikan dan kompetensi, tetapi juga tentang makna kehidupan. Sebagai praktisi Buddhis, saya menemukan banyak nilai Dhamma yang selaras dengan dunia Pendidikan tentang cinta kasih (metta), kesabaran (khanti), kebijaksanaan (pañña), dan ketekunan (viriya).

Didalam Dhammapada, 87 dengan syair sebagai berikut:

“Uttamaṁ caraṇaṁ pathtvā, satiṁ paṇḍita sevitaṁ,

Na so kāmogadhitaṁ eti, sutvā dhammaṁ viyākaram.”

Artinya:

“Berjalanlah di jalan yang luhur, dengan pikiran penuh perhatian,

bergaullah dengan orang bijaksana,

maka nafsu keinginan tidak akan menguasai,

bila engkau memahami dan melaksanakan Dhamma.”

Syair ini mengajarkan bahwa pencapaian seorang guru bukan hanya menjadi juara tetapi menjadi guru berprestasi sejatinya adalah menjadi pribadi yang terus belajar, sadar akan tanggung jawab, dan mampu menyalurkan cinta kasih serta kebijaksanaan dalam setiap tindakan.

Semoga pencapaian ini bukan menjadi akhir, melainkan pijakan untuk terus tumbuh dan menginspirasi. Dan semoga semakin banyak guru di seluruh pelosok negeri yang terpanggil untuk tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga pendidik yang sejati yang mencerdaskan, menginspirasi, dan menebar kebaikan tanpa henti.

Sabbe Satta Bhavantu Sukkhitatta

Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia

Sadhu… sadhu… sadhu…